* Komunitas Manusia Patung Kota Tua: Diam, Tapi Menghidupkan Sejarah

 Pernahkah kamu memandangi patung yang tiba-tiba tersenyum saat difoto? Di Kota Tua Jakarta, itu bukan hal aneh. Di balik lapisan cat metalik dan keheningan yang nyaris sempurna, ada komunitas seniman jalanan yang menyulap sejarah jadi pengalaman visual yang tak terlupakan.


sumber: pribadi

Setiap kali akhir pekan tiba, Kota Tua Jakarta seolah kembali hidup. Gedung-gedung tua peninggalan era kolonial menjadi latar favorit para pengunjung yang datang bersama keluarga atau teman. Di antara keramaian itu, ada pemandangan unik yang selalu mengundang rasa penasaran—sosok-sosok berkilau yang berdiri tanpa gerak, nyaris seperti patung sungguhan.

Mereka bukan sekadar seniman jalanan. Mereka adalah manusia patung, komunitas kreatif yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari wajah Kota Tua.

Salah satunya adalah Eko, sosok ramah yang telah menjadi manusia patung sejak 2010. “Waktu itu belum banyak yang tahu. Kota Tua juga belum tertata rapi, masih campur-campur. Ada badut, pantomim, manusia robot, sampai yang bergaya hantu,” kenangnya sambil tertawa kecil.

Komunitas manusia patung mulai berkembang setelah kawasan Kota Tua ditata ulang oleh Unit Pengelola Kawasan (UPK) sekitar tahun 2017. Sejak saat itu, hanya seniman yang menampilkan unsur sejarah atau budaya nasional yang diizinkan tampil. Ini menjadi titik balik penting bagi komunitas ini.

“Kami mulai tampil dengan karakter-karakter yang relevan, seperti pahlawan nasional, petani zaman penjajahan, sampai tokoh wayang. Itu sebabnya kami bisa terus eksis,” ujar Eko.

Kurasi dan Dedikasi

Tak sembarang orang bisa bergabung. Wahyu, manusia patung lain yang sudah tampil sejak 2014, menjelaskan bahwa setiap anggota komunitas harus melalui proses kurasi.

“UPK tanya-tanya dulu, kamu mau perankan siapa? Kenapa pilih tokoh itu? Apa hubungan tokoh itu sama sejarah?” cerita Wahyu. Semua ini dilakukan agar karakter yang dibawakan benar-benar mendukung nuansa edukasi dan nilai-nilai budaya yang ingin ditonjolkan oleh Kota Tua.

Yusuf, yang tampil sebagai Gatotkaca—tokoh wayang legendaris—juga merasakan hal yang sama. Ia bergabung sejak 2013 dan merasa bangga bisa memperkenalkan kebudayaan lokal lewat tubuh dan diamnya. “Bukan cuma berdiri saja. Kami juga belajar soal tokoh yang kami perankan. Supaya waktu pengunjung bertanya, kami bisa menjelaskan,” ujarnya.

Komunitas yang Menginspirasi

Kini, komunitas manusia patung bukan hanya sekumpulan seniman yang tampil untuk hiburan. Mereka adalah bagian dari cerita besar Kota Tua—penjaga sejarah yang menyampaikan kisah lewat gestur, kostum, dan keheningan. Tak jarang, anak-anak kecil bertanya pada orang tuanya siapa tokoh yang mereka lihat. Dan di situlah sejarah mulai dikenalkan, dengan cara yang tak membosankan.

Lewat komunitas ini, Kota Tua bukan hanya tempat berfoto atau bersantai, tapi juga ruang belajar yang hidup. Dan para manusia patung—meski diam—telah berbicara banyak tentang siapa kita dan dari mana kita berasal.

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Berkolaborasi dengan Hian Tjien, Make Over Keluarkan Produk baru Glassy Lip Lacquer *

Sambut Ramadan, Margo City Gelar Lomba Fashion dan Makeup Cilik *